Senin, 10 Februari 2014

Papandayan, Gunung Penyejuk Hati di Garut

Halooo para travelleeer pecinta keindahan Indonesia raya! Pasti sudah tidak asing lagi dengan Gunung Papandayan yang berada di Garut, bukan? Ya, pada awal Maret 2013, tepatnya 1-3 Maret 2013 tahun lalu saya beserta kawan-kawan pecinta gunung, Geng Rempong yang terdiri dari Saya, Dani, Rina, Sumar, Hagi, Marcell, dan Tomy mencicipi tracking landai dan menawan yang ada di Jawa Barat itu. Dengan ketinggian yang hanya 2665 MDPL Gunung ini menyisakan keindahan panorama yang tiada tara, langit, bebatuan sisa vulkanik, kepulan asap, hutan mati, serta si bunga abadi, Edelweis merupakan kombinasi paket komplit untuk pendaki gunung yang masih pemula. Karena bagi pemula setelah mendaki gunung ini saya yakin akan semakin tertarik untuk mendaki gunung-gunung lain. Oleh karenanya teman saya, Sumar dan Hagi sudah 3 kali mendaki gunung ini.

Pada hari Jumat, pukul 22.00 tanggal 1 Maret 2013 kami kumpul di terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur sebagai meeting point. Jumlah kami saat itu sebanyak 21 orang. Pukul 23:00 kami berangkat dengan menggunakan bis Jakarta-Garut. Ongkosnya hanya Rp 35.000 hingga terminal akhir, yaitu Terminal Guntur-Garut. Kami sampai pada pukul 04.30. Di terminal itu kami berhenti untuk shalat, sarapan, dan beristirahat sejenak sambil menunggu matahari terbit. Sekitar pukul 07.00 kami men-carter angkot sampai desa Cisurupan dengan harga Rp10.000/orang. Di desa itu kami melanjutkan dengan men-carter mobil bak terbuka hingga bibir bawah gunung Papandayan seharga Rp 10.000/orang juga.

Sebelum memulai tracking, kami beristirahat di sebuah warung untuk persiapan dan berdoa. Sekitar pukul 08.00 kami memulai perjalanan kami. Perjalanannya tidak sulit, hanya sedikit menanjak, landai, menurun, dan menanjak. Yang sangat menakjubkan adalah sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan yang tiada tara indah dan menyenangkan. Tapi jangan lupa memakai masker, karena udaranya tercemar oleh bau belerang.

Berikut keindahan yang berhasil kami abadikan :















Setelah melewati kawah-kawah yang masih mengepulkan lumpur belerang, serta bebatuan sisa letusan yang cukup gersang, tiba saatnya kami melewati hutan mati (The dead Forest) yang konon karena letusan gunung Papandayan tahun 2002 silam menjadikan hutan tersebut tandus, penuh sulfur, tanahnya terbakar. Anehnya pohon yang mati itu tetap berdiri tegak alias tidak tumbang. Berikut keindahannya :






Setelah melewati hutan mati, kami akhirnya melewati daerah yang lebih hijau. Tapi yang lebih menakjubkan adalah ketika sepanjang mata memandang terlihat hamparan bunga abadi, Edelweis. Kenapa disebut bunga abadi? Sebab katanya bunga ini tak akan hancur sampai kapanpun. Berikut hasil dokumentasinya : 






Tepat pukul 10.00 kami sampai di perkemahan. Kami kemudian mendirikan tenda disekitar tenda-tenda orang lain yang sudah berjejer.



Selesai memasang tenda, kami memasak segala jenis makanan yang kami bawa, mulai dari telur, kornet, sardens, mie instan, pasta, dan masih banyak lagi. Berikut kehebohannya :








Setelah perut kenyang, kami kemudian melaksanakan shalat sekaligus jalan-jalan sore. Ternyata air dan udaranya sangat dingin. Lebih dingin dari Bandung.









Malam itu kami nikmati dengan memasak, makan, shalat dan karena sangat dingin kami memutuskan untuk tidur lebih cepat.

Keesokan harinya, kamu bangun pukul 04:00, karena kami berencana untuk hunting sunrise. Diantara dingin dan rasa kantuk, sekitar setengah jam kami menyusuri hutan menuju spot sunrise. Akhirnya kami sampai di ujung Pondok Salada. dan begini lah keindahannya :








Setelah menikmati salah satu keindahan Tuhan. Kami kembali ke kemah. Bercanda, tertawa, dan menikmati udara segar yang tidak pernah kami dapat di Jakarta merupakan kebahagiaan tersendiri.





Kemudian kami ke kali untuk cuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai kami kembali lagi ke tenda untuk memasak. Makan, foto-foto, kemudian sekitar pukul 08:00 kami kembali packing dan membongkar tenda. Dengan pulang lebih pagi berharap di perjalanan pulang tidak kepanasan.









Setelah semua siap, kami memulai perjalanan pulang dengan disuguhkan dingin dan segarnya udara disana.








Begitulah cerita perjalanan saya berpetualang. Sungguh sangat menyenangkan bisa bersatu dengan alam dan para sahabat tersayang.


Total Pengeluaran :
1. Ongkos Metro Mini Fatmawati - Kp Rambutan : Rp 4.000
2. Ongkos bis Kp Rambutan - Garut : Rp 70.000 (PP)
3. Ongkos carter angkot : Rp Rp 20.000 (PP)
4. Ongkos carter mobil bak terbuka : Rp 20.000 (PP)
5. Patungan makan, obat, kopi, dll : Rp 40.000

Total : Rp 154.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar