Sabtu, 12 Januari 2013

Wisata Budaya Baduy Dalam "Semakin dalam dengan alam"

Ini adalah trip pertama saya dengan komunitas kebanggaan saya, yaitu Backpacker Indonesia area  Jabodetabek. Pada pertama kali saat saya ikut komunitas ini pada bulan Oktober 2012 lalu, saya sempat bimbang karena banyak "ajakan" trip di komunitas ini. Dari trip paling mahal sampai trip paling murah, dari trip dalam negeri sampai trip luar negeri, dan dari trip pantai sampai naik gunung. Namun sebagai pembukaan   dan menghindari modus penipuan saya memilih trip yang paling murah dan tidak terlalu jauh, dan pilihan itu jatuh pada trip Baduy Dalam - Banten dan pendakian Gunung Gede - Cipanas, Cianjur yang masing-masing hanya menghabiskan biaya tranportasi, perijinan, dan guide sebesar Rp 80.000 dan Rp 70.000,- selama 2 hari 1 malam, yaitu pada hari Sabtu dan Minggu, 1-2 Desember 2012.
Kenapa saya sangat tertarik dengan kedua trip tersebut? Alasanannya selain murah dan dekat juga karena saya tertarik dengan wisata budaya di Baduy Dalam yang selama ini hanya saya kenal lewat cerita dan pelajaran di sekolah dulu. Dan untuk Gunung Gede sendiri itu selain karena letaknya ada di kabupaten tempat lahir saya, Cianjur yang tercinta (kebetulan saya sangat mencintai kota kelahiran saya) juga saya sangat tertarik akan bunga Edelwis-nya yang sangat langka dan melegendaris.
Berhubung saat itu sedang musim hujan, dan saya tidak diijinkan naik gunung untuk menghindari segala bentuk hal yang tidak diinginkan juga menghindari ketidakmenikmati perjalanan, maka saya memilih Baduy Dalam.
Hal pertama kali yang saya lakukan setelah saya menentukan pilihan adalah mencari teman untuk mengikuti trip ini. Ada beberapa orang yang saya ajak, tapi dengan berbagai alasan mereka tidak bisa ikut, dan yang saat itu bisa ikut adalah mbak Sofi, teman satu bagian di tempat kerja saya yang baru. Setelah mentrasfer biaya trip ini kepada panitia (team leader) trip ini, yaitu mbak Frita, saya pun lega dan tinggal menunggu waktunya yang terasa begitu lama, saking tidak sabarnya saya.
Saat saya begitu tidak sabar menghadapi euforia H-1 yaitu pada hari Jumat, 30 November 2012 tiba-tiba mbak Sofi membatalkan keikutsertaannya. Hal tersebut menjadi seperti kilat di siang bolong yang sangat cerah bagi saya. Namun saya tidak kehabisan akal, dan terpikir mengajak sahabat saya, Dani untuk menggantikan posisi mbak Sofi tersebut. Dan dia menjadi partner trip saya sampai saat ini dan beberapa trip saya kedepannya.
Berhubung saya belum mempunyai perlengkapan backpacker, maka saya meminjam tas kepada Dani, meminjam sepatu kepada mbak Ririn, dan membeli jas ujan sendiri (asalnya mau meminjam kepada mbak Titi). Berikut barang-barang yang saya bawa :



Sabtu, saya bangun pukul 04:00, lalu saya mandi, shalat, dan kemudian packing sebagian barang-barang yang belum masuk ke carrier saya (carier yang sama pinjam maksudnya, hahaha). Dan sekitar pukul 05:30 saya berangkat dari kosan menuju stasiun Tanah Abang, dimana menjadi meeting point-nya pada pukul 07:00 dengan menaiki kopaja 615 (Lebak Bulus-Tn Abang) yang melewati Fatmawati dimana saya tinggal. Namun perjalanan kami menuju Tn Abang tidak mulus, kopaja yang kami tumpangi mogok di tengah jalan, padahal saat itu perjalan masih setengahnya lagi. Kesel dicampur takut kesiangan, kami (Saya dan Dani) kemudian mencari bis lain, dan akhirnya sekitar pukul 6:50 kami sampai ke St Tn Abang setelah jalan kaki sekitar 10 menit dari tempat turunnya bis tersebut.
Kaki saya merasakan kesakitan dengan sepatu yang saya gunakan, sepatu tersebut kekecilan (maklum hasil minjam, hahaha), lalu tak habis pikir, kami mencari warung yang menjual sendal jepit, dan dengan memasuki pasar yang saat itu becek dan berdesa-desakan akhirnya saya menemukan penjual sendal swallow dengan harga yang standar yaitu Rp 7.000.

Kemudian kami menuju meeting point, yaitu dengan loket masuk stasiun Tn Abang. Disini kami tidak mengenal siapapun, hanya saja kami berpikir bahwa teman kami adalah mereka yang menggunakan carries didampingi dengan sepatu/sendal tracking (sepatu/sendal gunung). Akhirnya kami bertemu dengan mbak Frita, beliau memberi kami tiket kereta seharga Rp 3.500 dengan perjalanan St Tn Abang - St Rangkasbitung. Murah bukan?
Setelah jam menunjukan pukul 07:50 kami semua memasuki gerbong kereta kelas ekonomi tersebut. Dimana saya rasa kereta ini cukup bagus untuk sekelas ekonomi dengan harga yang murah. Perjalanan dengan kereta ini selama lebih dari 2 jam. Pukul 09:20 kami sampai di kota Rangkasbitung-Banten. Kami berjalan kaki melewati rel menuju terminal elf yang dekat dengan stasiun ini. Untuk mengangkut para BPI ini, sang leader, yaitu mbak Frita menyewa 2 buah elf.\, dan saya berangkat dengan elf ke-2. Sambil menunggu satu orang lagi yang ketinggalan di Jakarta, kami memakan duren yang dibeli mbak Riri, yang saat itu sedang musim.


Beberapa jam menunggu akhirnya teman satu tri kami datang. Dan kami pun berangkat sekitar pukul 10:20.


Sekitar pukul 11:40 kami sampai di desa Ciboleger, Lebak-Banten. Disini lah perjuangan kami melewati pedesaan, bukit, pegunungan dan lembah-lembah akan dimulai. Sebelum melakukan tracking ini kami shalat dan mengisi perut terlebih dahulu, karena lapar dan haus melanda. Selain itu juga tak lupa foto :D


Ini dia track yang harus kita lalui sebelum kita mencapai tujuan kita, yaitu desa Baduy Dalam.


Pukul 13:00 kami memulai perjalanan kami, dan disini dimulai dengan hanya mengandalkan kekuatan dan kekokohan kaki, pundak, mental, dan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri.
Ini dia kampung pertama yang kami lewati :


Rabu, 09 Januari 2013

The Marathon Advanture Series (Part 1)

Bulan November 2012 saya mendapatkan libur kerja yang cukup lama, sehingga saya memanfaatkannya untuk berlibur di Bandung. Tempat tujuan saya kali ini adalah Siete Cafe, Gunung Tangkuban Perahu, Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda (Tahura)  atau lebih terkenal dengan nama Dago Pakar, Cimahi, dan Kuliner.
Dari Jakarta saya tidak langsung menuju ke Bandung pada saat itu, Rabu malam setelah pulang kerja saya langsung pulang ke kota dimana saya dilahirkan, yaitu yang terkenal dengan kota Beras atau Tauco. Yup! Cianjur, kota kecil yang saya cintai ini.

Keesokan siangnya setelah mandi, sarapan, dan sedikit bingung berpamitan karena harus berangkat lagi ke Bandung padahal baru beberapa jam di rumah yang cuma numpang tidur, makan, dan mandi. Walau sedikit dilarang, akhirnya dengan alasan harus ke Bandung karena ada acara arisan bersama teman-teman kuliah, akhirnya diijinkan.
Perjalanan dari rumah ke Bandung ditempuh hanya dengan waktu 1,5 jam dengan mengendarai motor Mio biru kesayangan saya (apabila mengendarai mobil dengan tujuan tol Pasteur bahkan lebih cepat waktu tempuhnya).


Hari pertama saya di Bandung saya habiskan untuk acara arisan bersama sahabat-sahabat saya sampai larut malam. Kebiasaan ini selalu terjadi semenjak kami kuliah dulu. Arisan itu diadakan di Cafe Siete yang beralamat di Jl Sumur Bandung. Tempatnya sangat bagus untuk foto-foto dan nyaman, harganya pun cukup standar untuk sekelas Cafe ini (maklum sebelumnya pernah mengadakan arisan di Restaurant Sierra Dago Bandung yang harganya 2 kali lipat dibanding dengan cafe ini. Gokiiiil karena panitianya saya sendiri, hahaha!). Kebanyakan dari kami memilih menu steak dan chocolate float dan total harganya sekitar 850ribu untuk 12 orang. Cukup murah dan bikin kenyang menurut saya. Tapi yang paling istimewa adalah tempatnya cocok dijadikan tempat berfoto ria. Ya ya tujuan arisan kami kan selain bersilaturahim juga berfoto-foto, always every where, hehehe.. Setelah puas berfoto ria, ngocok arisan, bercengkrama, dan makan kami melanjutkannya dengan berkaraoke ria di Dapla (Dago Plaza).
Nih dia sebagian foto-fotonya :



Dibatasi oleh waktu yang menunjukan pukul 11 malam, akhirnya kami pun pulang. Malam itu saya menginap di rumah Arien, adik kelas kuliah yang sudah saya anggap adik saya sendiri, sudah kenal dengan keluarganya dan sudah seperti keluarga sendiri.

Hari kedua saya rencanakan untuk pergi ke Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda (Tahura) atau lebih terkenal dengan nama Dago Pakar bersama sahabat sekaligus Soulmate saya, Arini Rusya. Dan dengan sangat sadar ini adalah kesalahan kostum berpakaian bagi kami. Ada beberapa tempat yang bisa kita nikmati di Dago Pakar ini, diantaranya adalah Goa Jepang, Goa Belanda, Curug Omas, dan Relevasi taman hutannya.
Saya berangkat sekitar pukul 09:00 pagi dan janjian ketemuan di depan Mall Tirtasari, saya dari Sarijadi dan Arini dari Sukajadi. Melewati Pasteur ke arah Dago atas akhirnya sekitar 30 menit kemudian kami sampai di Dago Pakar. Untuk menikmati Taman Hutan Raya itu kami harus membayar tiket sebesar Rp 17.000/orang ditambah Rp 5.000 untuk parkir motor. Dan itu cukup mahal menurut saya, entah itu memang masuk ke kas negara atau ke kantong petugas-petugasnya. Mudah-mudahan ke kas negara ya :D
Memasuki gerbang tempat pertama yang saya kunjungi adalah Goa Belanda yang letaknya lebih dalam, sekitar 400m dari Goa Jepang. Goa ini didirikan pada tahun 1941. Di dalam gua ini terdapat beberapa lorong dan ruangan-ruangan. Tempat ini dulu dibangun Belanda awalnya untuk terowongan PLTA bengkok, namun melihat lokasinya yang tinggi dan terlindung, maka saat Perang Dunia II diubah menjadi stasiun radio telekomunikasi.
Sepanjang perjalanan saya disuguhkan dengan kesejukan pepohonan rindang yang cukup terawat dan tak henti-hentinya mulut ini berucap syukur.
Berhubung perut masih kosong, kami menyempatkan makan mie di warung yang berada di depan Goa Belanda, tepatnya berada di sebelah tugu yang bertuliskan "Goa Belanda", dan kemudian berfoto. Karena sahabat saya, Arini takut akan kegelapan dan hal-hal yang berbau mistis (Re:setan) maka kami memutuskan tidak masuk ke dalam Goa Belanda, kami hanya berfoto di luarannya saja.



Sehabis perut terisi kami melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun/Curug Omas. Curug Omas ini letaknya cukup jauh dari Goa Belanda, dengan menapaki jalanan sempit, cukup untuk satu motor, jalanannya yang terjal oleh bebatuan besar, dan karena musim hujan jadinya cukup licin, disarankan untuk sangat hati-hati. Apabila anda tidak membawa motor ke tempat ini, di sebelah Goa Belanda ada jasa ojeg ke curug ini. Harganya saya kurang tau, mungkin sekitar Rp 10.000-20.000. Namun demikian perjuangan kami tidak menjadikan kami kapok melewati jalanan ini, disepanjang mata memandang saya dihidangkan dengan keindahan hutan dan kesejukan udaranya. Subhanallah.. Hampir di setiap spot bagus kami tidak lupa berfoto, walau kamera yang kami bawa sangat terbatas (re:kamera hp) tapi trip tanpa foto adalah hoax.
Air terjunnya tidak tinggi dan tidak begitu indah, tapi deburan jatuhnya air cukup merasa kami memang dekat dengan gunung. Yang menurut saya indah di sekitar curug Omas adalah sekitar hutannya yang terurus dan hijau.






Setelah selesai menikmati hutan dan curug tersebut, kami kembali ke arah pulang, dengan melewati jalur yang sama. Kemudian di dekat gerbang pulang kami mampir ke tujuan terakhir kami, yaitu Goa Jepang. Katanya Goa ini didirikan pada tahun 1942. Disini kami mencoba memberanikan diri untuk masuk ke dalamnya. Lantai dan dindingnya masih kasar, agak lembab dan tidak ada penerangan, sehingga perlu disiapkan uang sebesar Rp 3.000 untuk menyewa senter dan menyewa guide seharga Rp 10.000-20.000. Tapi berhubung guide yang kami temui baik, aa ini mau kami bayar berapa pun, bahkan dia menawarkan jasa gratis, tapi kami juga punya hati dan kami memberi beliau uang sebesar Rp 10.000. Ada empat pintu besar di goa ini,  terhubung dengan beberapa goa kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Konon menurut guide goa ini dibuat untuk tentara Jepang agar bisa bersembunyi dari tentara Belanda ketika Jepang merebut Indonesia dari jajahan Belanda. Dan berdasarkan cerita, goa ini dibangun oleh bangsa Indonesia melalui romusha, yaitu kerja paksa. Di dalam goa ini terdapat empat buah kamar yang dulunya dipakai istirahat panglima tentara Jepang.


Setelah waktu sudah sore dan artinya kami harus cepat-cepat pulang sebelum hujan, kami memutuskan untuk pulang, di perjalanan, sekitar jalan Dago hujan lebat pun mengguyur kami, akhirnya kami memutuskan untuk berhenti berteduh di bawah jembatan layang sampai hujan reda. Setelah hujan reda, sekitar setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan kami ke jalan Merdeka, tujuannya untuk cari makan. Kami memutuskan untuk makan di Pujeasera Merdeka, tempat makan favorit kami setiap ketemu, karena selain murah, rasanya pun tidak murahan (re:enak dan lezat). Dan menu favorit saya di tempat ini adalah Chicken Steak yang harganya cuma Rp 10.500. Murah kaaan??? hehehe


Hari ketiga saya rencanakan untuk pergi ke Gunung Tangkuban Perahu, tempat kedua yang belum pernah saya kunjungi padahal 3 tahun tinggal di Bandung. *payaaah
Setelah memaksakan diri mandi, saking dinginnya, sekitar pukul 10 pagi saya berangkat dari Sarijadi (rumah Arien) menjemput pacar saya (sekarang sudah mantan), Daniel yang sedang menginap di kosan sahabatnya yang ada di Jl Tubagus Ismail. Kebetulan di orang Tasik dan motornya dicuri, jadi saya sengaja bawa motor dari rumah agar bisa nge-trip di Bandung.
Sekitar pukul 11.30 lewat kami sampai juga di Gunung Tangkuban Perahu. Perjalanannya cukup jauh sekitar 20 KM ke arah utara kota Bandung, melewati Setia Budi, Lembang, dan letaknya di desar Cikole sebelum Ciater - Subang. Disana curah hujannya sangat tinggi dan sangat dingin sekali, sekitar 17 derajat karena keberadaannya di daratan tinggi 2.084 meter. Sepanjang perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan hutan hujan tropis dengan hamparan hijaunya kebun teh dan juga barisan pohon-pohon pinus membuat pikiran menjadi fresh, ditambah udaranya yang sangat sejuk. Gunung Tangkuban Perahu merupakan gunung merapi yang masih aktif hingga sekarang, jadi tidak salah apabila masih terdengar bunyi letupan-letupan dari kawahnya. Kawah-kawah itu mengeluarkan asap belerang yang menguap keluar dari sela-sela bebatuan yang berada di bagian bawah kawah itu.
Setibanya disana kami diharuskan membayar tiket masuk sebesar Rp 17.000/orang dan untuk biaya parkir motor sebesar Rp 2.000/motor. Tiket yang lumayan mahal menurut saya. Tempat parkirnya cukup luas dan di sekitarnya banyak warung yang berjualan makan, minum, dan oleh-oleh. Selain itu juga ada mushola dan toilet yang cukup besar.





Saya tidak lama di tempat ini karena hujan yang kadang turun semenjak saya sampai, tapi tidak membuat saya tidak menikmati tempat ini. Di sela-sela hujan reda saya menyempatkan diri untuk mengeksplor tempat ini, dari bagian atas sampai bagian bawah. Sungguh menakjubkan, karena ini pertama kalinya saya kesini.
Masih ingat dengan legenda terbentuknya Gunung Merapi Tangkuban Perahu ini? Kisah cinta antara ibu dan anaknya, yaitu Antara Dayang Sumbi dan Sangkuriang. Percaya atau tidak akan mitos ini, tapi legenda tersebut membuat gunung ini semakin di kenal oleh masyarakat domestik, jadi yang terpenting adalah mitos tersebut menjadi sarana untuk mempromosikan keindahan gunung ini. Itu yang paling penting, hehehe..

Sekitar pukul 15:30 saya sampai di Bandung, berhubung lapar karena belum sempat makan, saya dan Daniel berwisata kuliner ke daerah Dipatiukur (DU), dan di sana kami menemukan sebuah tempat makan, mpek-mpek Palembang yang sangat enak. Dengan porsinya yang mengenyangkan dan rasanya maknyos harganya pun cukup murah hanya Rp 7.000/porsi untuk mpek-mpek bulat dan kapal selam.

Setelah selesai makan, saya mengantarkan Daniel ke rumah temannya, dan saya melanjutkan perjalanan saya ke rumah sahabat saya, Yuzdika di Cimahi, tepatnya di Cipageran. Ini untuk pertama kalinya saya berkunjung ke rumah barunya sahabat saya ini. Jujur saya sangat suka dengan rumahnya, selain karena lokasinya yang jauh dari polusi dan macetnya kota Cimahi, juga karena letaknya yang dekat dengan Mesjid, juga karena arsitekturnya yang membuat saya terpukau melihatnya. Setelah hujan berhenti, saya diajak oleh Dika untuk berkuliner malam itu bersama adik dan kakak-kakaknya. Kuliner itu dilakukan di sekitar kota Cimahi. Berhubung usus saya tidak muat diisi banyak, kali itu saya hanya memesan roti pisang coklat keju bakar saja serta es teh manis seharga Rp 8.000 dan Rp 3.000.


Keesokan paginya, hari terakhir berlibur, saya diajak Dika ke rumah sahabat kami, Ez, disekitar jalan Pesantren. Melewati gang-gang kecil akhirnya kami sampai di rumah Ez. Tanpa disangka-sangka dan diduga-duga sahabat kami itu ternyata hari itu akan dilamar oleh pacarnya, Heri. Dan seperti kejatuhan duren, kami pun "dipaksa" untuk makan. Perut belum terisi disuruh makan, jelas-jelas kami tidak menolak. Hehehe :">


Setelah perut kenyang dan puas saling cerita (re:bully) dengan sangat terpaksa saya mengajak Dika untuk segera pulang, karena Daniel menunggu saya untuk mengantarkan saya pulang ke Cianjur-Jakarta.
Sekitar pukul 11 siang saya dan Daniel pulang ke Cianjur, tapi perjalanan kami tidak mulus, ada operasi besar-besaran di sekitar gunung kapur, dan saat itu kami ditilang karena belum membayar pajak hampir setahun (saya pun baru tau kalo saya belum membayar pajak. Maklum sudah selama bekerja motor saya ditinggal di rumah dan STNK nya selalu saya simpan di dompet). Akibat hal itu, misi saya membawa motor saya ke Jakarta pun lenyap, dan sangat terpaksa saya harus meminta tolong kakak saya untuk membayar pajak STNK motor saya. Karena bekerja, jadi saya tidak bisa mengurusnya sendiri. Sekitar pukul 12:30 kami sampai rumah. Daniel kembali lagi ke Bandung dengan bus setelah selesai shalat dan ngobrol dengan tante saya, saya pun beristirahat. Karena keesokan harinya, tepatnya pukul 03:30 subuh saya harus berangkat lagi ke Ibukota, Jakarta.

Berakhir sudah advanture saya pada long weekend waktu itu. Perjalanan panjang Jakarta-Cianjur-Bandung-Jakarta yang sangat menyenangkan itu selalu menjadi trip yang tidak bisa saya lupakan. :)

Sabtu, 05 Januari 2013

'Melarikan Diri' ke Pulau Seribu

Mari kita cermati judul di atas.. "Melarikan diri" menjadi cukup negatif didengar apabila tidak menggunakan tanda petik dua.
Yup! kenapa saya memilih 2 frase ini sebagai judul? Alesannya karena saat itu, tepatnya akhir Januari 2012 banyak masalah yang sedang saya alami, baik masalah hati, masalah kerja, dan musibah. Dan trip saya ini cukup membuat fikiran saya lebih tenang. Menjauh dari hingar bingar kota Jakarta yang cukup bikin penat apabila keruwetan pekerjaan, kemacetan, polusi, dan banjir di Jakarta digabungkan. Belum lagi kalo ditambah dengan masalah hati, dan masalah-masalah lain.
Ada 4 pulau yang saya kunjungi pada trip ini, yaitu pulau Tidung Besar, Tidung Kecil, Payung Besar, dan Payung Kecil. Dimana di 4 pulau ini hanya pulau Tidung Besar yang berpenghuni, ke-3 pulau lainnya berukuran lebih kecil dan tidak berpenghuni.
Saya menghabiskan waktu 2 hari 1 malam di Tidung Besar dengan biaya sebesar 450ribu untuk paketnya, dan sekitar 150ribu untuk jajan-jajan dan lain-lainnya. Jadi saya menghabiskan uang sebesar 600ribu. Menurut saya ini adalah biaya yang tidak wajar, dan bisa dibilang merupakan perjalanan saya yang paling tidak cermat. Kesalahannya terletak pada paket tour yang sangat mahal yang seharusnya saya tidak mengambil ini, sehingga saya merasa tidak puas untuk trip ini. Dengan biaya yang cukup besar saya hanya menjelajah 4 pulau dan saya jadikan pelajaran untuk trip-trip saya berikutnya.
Mari kita rinci perjalanan serta biaya yang harusnya saya habiskan :
1. Cilandak Barat (tempat tinggal saya) - Blok M : Naek Kopaja 610 = Rp 2.000
2. Blok M - Grogol : Busway = Rp 3.500
3. Grogol - Muara Angke : Angkot = Rp 4.000
4. Muara Angke - Pulau Tidung : Kapal = Rp 33.000
Total : Rp 42.500/sekali jalan --> PP : Rp 42.5000 x 2 = Rp 85.000

Sebelum menyebrangi pulau, saya melakukan sarapan terlebih dahulu di warung-warung tenda yang ada di pelabuhan ini, harganya pun standar. Selain itu saya menyempatkan diri membeli beberapa jenis cemilan (snack) di Alfa Mart samping Pom Bensin Pelabuhan Muara Angke. Di samping Alfa Mart tersebut ada sebuah ATM Mandiri, untuk persiapan saya pun mengambil uang lebih sebagai cadangan. Karena saya yakin di Pulau Seribu tidak ada mini market ataupun ATM.
Perjalanan dari Muara Angke ke Pulau Tidung itu sekitar 2 jam, jadi cukup untuk tidur dan menikmati pemandangan sepanjang jalan. Sepanjang perjalanan kita melewati beberapa pulau yang biasa dijadikan wisata, seperti pulau Bidadari, dll.
Jadwal keberangkatan kapal dari Muara Angke ke Pulau Tidung itu sekitar pukul 6 pagi, dan jadwal kepulangannya sekitar pukul 2 siang.
Kemudian ketika sampai yang pertama dilakukan adalah menuju penginapan. Penginapan disana harganya berkisar Rp 100.000 - Rp 200.000 untuk 2 sampai 8 orang. Jadi lebih banyak yang ikut itu jauh lebih murah.
Untuk masalah makan, disana banyak warung yang harganya standar.
Dan untuk masalah sinyal, sinyalnya sangat bagus untuk beberapa operator besar yang saya pakai.
Selain itu ketika disana kita bisa melakukan beberapa wisata air seperti snorkelling. Untuk perlengkapannya bisa kita sewa sekitar Rp 35.000, sewa perahu menuju area snorkelling dengan kapasitas banyak orang sebesar RP 300.000. Selain itu, di Pulau Tidung ada wisata Banana Boat seharga Rp 30.000/orang.
Selain itu disarankan menyewa sepeda, karena dari penginapan ke pantai sebagai tempat wisatanya bisa dibilang tidak terlalu dekat, tapi tidak jauh juga.

Jadi sangat disarankan apabila berkunjung ke tempat ini dengan rombongan di atas 10 orang, karena biaya yang dikeluarkan akan semakin murah dengan estimasi biaya sekitar 200ribu/orang termasuk makan.

Baik, saya akan mulai bercerita mengenai perjalan saya di 4 pulau ini..

Hari pertama saya habiskan di Pulau Tidung Besar, kemudian lanjut snorkelling di pulau Payung Besar, dan setelah itu lanjut dengan eksplor Payung Besar dan menyebrang ke Payung Kecil. Disini saya melihat pulau kecil tidak berpenghuni yang serasa pulau sendiri, dimana sejauh mata memandang kita bisa melihat pohon pinus yang hijau, dipadukan dengan omba kecil, serta birunya laut serta langit membuat saya terpana dan berdecak syukur kepada Sang Pencipta. Betapa indahnya dan ini pertama kali saya melihat pantai sejernih dan sebiru ini.
Setelah selesai mengeksplor 2 pulau ini, kami kembali ke pulau Tidung Besar, setelah makan, mandi, dll, kami kemudian menikmati wisata air di pulau ini, yaitu banana boat dan berenang di sekitarnya dengan cukup narsis berfoto.
Pada malam harinya kami berpesta barbeque. Ikan, cumi, dll yang kami santap sungguh sangat lezat dan nikmat, selain karena bumbu tapi karena makanan yang disajikan masih sangat fresh. Wuuiih mantaaap!
Hari kedua, kami bangun sangat pagi, sekitar pukul 6. Setelah shalat subuh, kami memburu sunrise, dan menakjubkan indahnya matahari terbit itu. Setelah menikmati sunrise dengan berfoto-foto, kami kemudian menyebrang ke pulau Tidung Kecil melalui jembatan. Pulau Tidung kecil ini sangat tidak terawat dan tidak berpenghuni, pepohonan dan ranting-rantingnya cukup berantakan dan mengganggu pamandangan indahnya laut itu. Namun tidak mengurangi keindahan pulau itu.

Berikut foto-fotonya :











Untuk mengeksplor 4 pulau ini sebenarnya hanya dibutuhkan waktu sehari, karena pulaunya tidak begitu besar. Seharusnya dengan waktu 2 hari, saya bisa mengekplor minimal 8 pulau sekaligus. Jadi untuk next trip, saya akan coba ekspor pulau-pulau indah lain di kepulauan seribu.

See you, Kepulauan Seribu untuk next trip ;)

Salam Ransel..

Terlupakan bahkan Terhapus..

Sudah lama sekali saya tidak menulis. Sempat terlupakan bahkan terhapus dari ingatan untuk hobi saya yang satu ini. Efek tidak ada waktu kah? Saya pikir bukan, karena ditengah-tengah aktivitas saya, sebenarnya saya masih punya waktu luang yang bisa saya manfaatkan untuk menulis setidaknya apa yang saya lewati, yup "trip" itulah tujuan blog ini dibuat, untuk mencatat setiap langkah kaki saya, pijakan-pijakan saya dalam menapaki keindahan alam ini, alam yang semakin saya cinta setiap harinya, setiap mengenalnya. Maka pepatah "tak kenal makanya tak sayang" itu benar, dan saya memahami itu dengan baik.
Baik, dari mana tulisan ini harus saya mulai? Karena terlalu banyak hal yang saya lewatkan untuk saya tulis. Perjalanan 2 tahun ini hanya saya nikmati dan simpan di memori otak saya saja, sungguh sangat disayangkan karena tak bermanfaat untuk orang lain. Dan jadi hal yang sia-sia bukan apabila pengalaman menarik kita tidak bisa dijadikan pelajaran untuk orang lain?
Oke, saya akan memulai menulis petualangan saya secara zig-zag, kenapa? karena menulis adalah pekerjaan hati dan pikiran yang tenang.

Review of My Trip


Saya sangat suka travelling/trip kemana pun, apalagi ke tempat-tempat baru. Saya suka dengan wangi khas ketika saya menginjakan kaki saya di tempat yang sebelumnya tidak pernah saya kunjungi. Wangi yang berbeda dari biasanya. Banyak nilai yang saya rasakan dari setiap perjalanan yang saya lakukan. Selain membuat saya semakin mengetahui dan bersyukur atas segala keindahan yang Allah ciptakan untuk umatnya, saya juga merasa bangga dan makin mencintai negeri ini, Indonesia.
Semakin mencintai Sang Pencipta dan juga ciptaannya. Itulah manfaat dari perjalanan ini.
Saya mulai sering melakukan perjalanan ini semenjak saya kuliah, sekitar tahun 2008. Memang tidak terlalu banyak tempat yang saya kunjungi semasa itu, karena terbentur biaya dan waktu. Tapi walaupun demikian membuat saya cukup puas.
Ketika saya mulai bekerja, ketika itu awal tahun 2011, saya tidak menjadikan trip/travelling ini sebagai resolusi saya selama setahun ini, karena ada resolusi saya yang lain yang lebih besar. Namun selama setahun ini saya melakukan beberapa travelling yang membuat saya tidak bisa melupakannya. Pada sekitar bulan Mei, Ujung Genteng menjadi tempat pilihan untuk kami (saya dan sahabat-sahabat kuliah saya) jamah. Kemudian pada bulan Juli saya ditugaskan bekerja selama 3 minggu ke Semarang, tak bisa saya lupakan pula, selama tugas kerja tersebut saya memanfaatkannya untuk mengeksplor kota tersebut. Setelah itu, pada bulan September saya mengunjungi kota tua, Jakarta Barat dan kemudian mengekplornya seharian. Selanjutnya di akhir tahun, sekitar bulan November saya dan teman-teman sekantor melakukan outing yang diadakan oleh perusahaan saya selama 2 hari di kota Cisarua-Bogor. Serta beberapa trip kecil yang saya lakukan dalam satu hari.
Berikut beberapa foto-fotonya :






Barulah ketika memasuki tahun 2012, trip/travelling itu saya jadikan sebagai resolusi besar saya. Dan ternyata Allah memberikan segala bentuk kemudahaan dalam setiap jalan yang saya tempuh untuk resolusi saya ini. Kendala terbesar saya adalah teman, teman yang mempunyai hobby yang sama dalam melakukan petualangan ini. Jujur, menurut saya tak banyak orang yang menyukai hobi saya ini, selain membuang-buang waktu, juga membuang-buang uang, sehingga banyak dari teman saya yang pernah saya ajak menolaknya mentah-mentah dengan banyak alasan, sehingga menjadikan saya sangat sulit untuk mewujudkannya. Namun demikian, di awal tahun 2012 saya melakukan trip ke kepulauan seribu, yaitu pulau tidung besar, tidung kecil, payung besar, dan payung kecil bersama sahabat saya. Trip tersebut membuat saya terpana, ternyata di Jakarta selain macet, banjir, dan polusi ada juga tempat seindah itu. Selanjutnya di bulan Maret, saya beserta sepupu-sepupu tersayang saya melakukan perjalanan ke pantai Pangandaran dan Green Canyon. Yang paling menarik adalah kebahagiaan bepergian bersama sodara-sodara yang jarang saya lakukan dibanding dengan teman-teman. Dan saya puas dengan trip ini. Kemudian di bulan April saya beserta sahabat-sahabat saya di Leading 8 (kantor lama saya) mengunjuki tempat kediaman supervisor kami, Kang Tono di Kuningan. Dua hari cukup untuk mengeksplor tempat yang dingin ini, walau kami rasa masih kurang. Untuk beberapa bulan berikutnya saya tidak banyak melakukan perjalanan sendiri, berhubung saya mempunyai jadwal berkala setiap 2 bulan sekali melakukan arisan di Bandung bersama sahabat-sahabat saya semasa kuliah (Ce Co Ce). Ini bukan sekedar arisan, tapi juga sebuah trip, karena banyak tempat-tempat baru yang saya pijak, diantaranya Ciater-Subang, Sierra, AWC (Alam Wisata Cimahi), dan Siette. Serta selain itu  saya banyak melakukan trip bersama sahabat saya, Arini Rusyda, diantaranya Dago Pakar, Kawah Putih Ciwidey dan Gunung Padang.
Tahun 2012 ini menjadi tahun keemasan bagi saya, karena Allah mempermudah setiap usaha saya untuk menggapai impian saya. Saya menemukan komunitas yang selama ini saya cari, yaitu Komunitas Backpacker Indonesia, dimana di sini saya bisa melakukan trip kemanapun saya mau bersama teman-teman yang mempunyai tujuan yang sama. Voila!
Di awali di awal Desember, trip pertama saya bersama BPI, yaitu backpacking wisata budaya ke Baduy Dalam. Tanggal 8 Desember saya ke Dufan, kemudian tanggal 22-25 Desember saya trip ke Kawah Putih-Ciwidey dan Gunung Padang. Diakhir tahun dan juga awal 2013 saya dan teman-teman BPI melakukan trip marathon ke-3 tempat tujuan, yaitu Daratan Tinggi Dieng (Percandian Arjuna, Kawah Sikidang, Telaga Warna, Gunung Sikunir), kota Yogjakarta (Malioboro), dan Gunung Kidul (Pantai, Goa, dan Curug).
Berikut foto-fotonya :



























Begitulah perjalanan saya beberapa tahun kebelakang.
Dan di tahun 2013 ini, backpacking masih menjadi resolusi terbesar saya. Berikut beberapa tempat yang menjadi passion untuk saya kunjungi : Malang-Semeru (insyaAllah Januari), Bali-Lombok (InsyaAllah Maret/Mei), Thailand-Singapore-Malaysia (InsyaAllah Oktober), serta yang belum saya rencanakan kapan waktunya, yaitu : Anak Gunung Krakatau, Kawah Ijen, Baluran, Gunung Gede, Bangka-Belitung, Karimun Jawa, dan trip-trip kecil lainnya. Semoga terkabul ya Allah! :)